Refleksi Belajar dari Rumah (BDR): Menyosong Pelangi Terbit Pasca Pandemi

Oleh: Farhan Akbar Muttaqi, Guru SMKN Darangdan Purwakarta

(Dibuat dan diposting untuk memenuhi persyaratan lomba Jabar Bermasker Challenge) 

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan,” (TQS: al-Insyirah 5-6)

Siapa yang menyangka, tahun 2020 datang wabah bernama Covid-19. Serbuan virus yang membumi di berbagai daerah, memaksa lahirnya berbagai perubahan tata kelola masyarakat yang cukup fundamental. Termasuk, di bidang pendidikan.

Guru-guru yang terbiasa membersamai masa depan muridnya yang duduk berderet dibalik bangku, tiba-tiba dipaksa berpikir keras agar bisa merajut tujuan yang sama dengan berbatas jarak yang dituntut oleh aneka protokol.

Kaget? Pasti. Bingung? Wajar. Gagap? Normal.

Apapun itu, yang namanya perubahan tak pernah berjalan mulus. Contoh saja, butuh waktu belasan tahun bagi seorang Nabi Muhammad Saw untuk mengubah kultur dan cara hidup jazirah Arab.

Persoalan kesiapan dan penentangan mereka yang resisten dengan perubahan adalah hal yang menjadikan perubahan bukanlah sesuatu yang sederhana. Manusia fitrahnya memang menghindari gejolak, untuk itu senang memilih cari aman dan enggan berbaris bersama perubahan.

Kira-kira, ini juga yang dirasakan oleh para guru dengan berbagai kebijakan di dunia pendidikan pasca Pandemi masuk ke Indonesia  Maret lalu. Tak semua siap, tak semua bisa segera beradaptasi, tak semua bisa temukan solusi dengan mudah.

Namun, guru bukan sekedar pekerjaan. Ia juga sekaligus amanah yang ditimpakkan oleh  anak-anak, orangtuanya, saudara sebangsanya, bahkan Tuhan yang menciptakannya.

Maka ia tak bisa mundur dan menyalahkan keadaan. Ia harus maju meskipun sejuta pertanyaan hinggap membersamai kebingungannya.

“Aku harus bagaimana?”

Itulah pertanyaan yang pasti timbul dalam benak guru. Termasuk, penulis sendiri.

Pelajaran Semasa Pandemi

Meskipun proses untuk berubah itu sulit, namun pada waktunya ia akan bersemi dan menggugurkan berbagai macam kebaikan. Itulah yang Penulis pikir akan juga terbukti pasca pandemi ini.

Selama pandemi, Penulis dan mungkin rekan-rekan guru yang lain tentu dipaksa untuk belajar banyak hal mengenai sesuatu yang baru. Mungkin juga berpikir kreatif dan inovatif tentang berbagai hal yang sebelumnya belum pernah terpikirkan, lalu merealisasikannya dan menemukan pelajaran darinya.

Jika boleh memberikan refleksi atas sekian bulan menjalani kegiatan mengajar jarak jauh, khususnya secara daring, Penulis mendapatkan beberapa poin penting yang didapat dan mungkin bermanfaat jika dibagi.

Pertama, Pandemi ‘Memaksa’ Guru Melek Teknologi

Tahun 2018 lalu, Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Kemendikbud mengungkapkan hal bahwa hanya 40% guru saja yang siap dengan tekonologi.[1]

Mengkhawatirkan? Jelas.

Murid-murid Kita di sekolah adalah generasi Z. Dalam konsep teori generasi, karakteristik generasi ini salah satunya adalah sangat akrab dengan teknologi. Hidupnya sejak kecil dibersamai aneka gadget, aplikasi, game virtual, dan sebagainya.

Sungguh naif jika Kita masih menganggap mereka adalah murid jenis yang sama sebagaimana murid pada satu dekade atau beberapa dekade ke belakang. Sayangnya, menurut data Kemendikbud, tak semua guru mau bergerak ke arah sana.

Pada akhirnya, dengan pandemi, guru dipaksa untuk mengenal berbagai produk teknologi. Mulai dari Whatsapp Group, Google Form, Google Classrom, Zoom, Canva, Podcast dan berbagai jenis teknologi lainnya. Termasuk, belajar juga membuat Youtube atau Blog.  

Penulis pribadi merasakan demikian. Akhirnya, banyak pengetahuan dan keterampilan baru yang dipelajari. Semua yang disebut di atas Penulis pelajari semasa pandemi dan menjadi keterampilan baru.

Kedua, Menjadi Ajang Eksperimen Bagi Guru

Selain menambah keterampilan, pandemi juga sejatinya jika dimanfaatkan bisa menjadi ajang eksperimen. Jika dilaksankan dengan penuh tanggunggjawab, pembelajaran jarak jauh dapat membuat guru terpacu untuk mencari formula terbaik dalam pembelajarannya hingga mendapat format yang paling ideal.

Sejak awal pandemi, Penulis juga sudah mencoba berbagai pola dan menarik berbagai kesimpulan dari apa-apa yang sudah dicoba.

Misalnya, pada awal masa pandemi, Penulis mencoba menggunakan media Youtube. Membuat channel sekaligus konten pembelajaran untuk dibagikan pada siswa? Hasilnya, keterlibatannya rendah, karena diketahui kebanyakan siswa HP-nya model jebod yang tidak punya ruang memori untuk menyimpan aplikasi Youtube.

Lalu, penulis coba membuat Blog dan menyampaikan materi melalui Blog. Hasilnya? Meski keterlibatan naik, namun tetap rendah juga karena ternyata kebanyakan kuota yang digunakan siswa adalah kuota khusus, yang hanya bisa membuka aplikasi-aplikasi tertentu seperti Whatsapp. Kalau buka link ke Google, katanya tak bisa.

Akhirnya, sejak saat itu Penulis mencoba membuat media pembelajaran yang bisa langsung di buka di dalam Whatsapp. Seperti Microblog dengan format karosel gambar, Voice Note, E-Book dengan format Pdf, ataupun Podcast

Hasilnya? Belum maksimal juga sebenarnya. Karena nyatanya, sebagian siswa tinggal di tempat yang sulit untuk mendapatkan sinyal.

Walhasil, serangkaian ujicoba pastinya masih perlu dilakukan sampai didapatkan formula terbaik. Bukan hanya masalah media, begitupun cara dan teknik mengajar.

Ketiga, Menemukan Potensi-Potensi Tersembunyi

Di kelas tatap muka, seringkali guru menarik kesimpulan tentang kualitas siswanya melalui tanya jawab, diskusi, dan berbagai ukuran yang menunjukan keaktifan. Semakin aktif, maka semakin baik.

Ketika siswa Belajar dari Rumah, Penulis pikir cara berpikir tersebut perlu direkonstruksi.

Mengapa demikian? Ternyata, banyak potensi baru yang ditemukan.

Siswa-siswa yang biasanya Penulis anggap sebelah mata ketika belajar tatap muka, justru menonjol ketika belajar jarak jauh. Mereka ternyata terampil mengekspresikan buah pikirnya secara tertulis atau bahkan menyajikannya dengan bantuan teknologi seperti video. Bahkan, mereka jadi yang terbaik dalam beberapa aspek ketimbang siswa yang terbiasa berekspresi secara verbal.

Hal ini tentu menarik dan bisa dijadikan pelajaran. Mungkin, guru-guru lainpun mendapatkan kesimpulan yang sama.

Menjemput Pelangi Selepas Pandemi

Kita memang belum bisa memprediksi kapan pandemi ini berakhir. Sekian kali prediksi nyatanya meleset. Hal yang mungkin bisa dilakukan hanyalah terlibat dalam menjaga protokol, memberi contoh bagi yang lain, serta tentunya berdoa kepada Sang Maha Kuasa.

Namun, seraya menunggu masa yang tak pasti, ada baiknya Kita gunakan waktu dan kesempatan dengan meningkatkan kualitas. Salah satunya, dengan terus menambah pengetahuan, terutama yang berhubungan dengan teknologi berikut dengan teknik dan cara mengajar dengan memanfaatkan hal tersebut.

Masa-masa seperti ini juga sangat tepat untuk dijadikan ajang belajar dan melakukan berbagai eksperimen pembelajaran. Selain bisa membuktikan berbagai praduga, bagi penulis selaku guru yang belum lama mengajar bisa jadi ajang latihan agar kelak terampil membuat PTK.

Jika itu semua dilakukan, yakinlah kelak selepas pandemi berakhir, guru-guru akan datang ke kelas dengan kualitas yang lebih baik. Lebih siap dengan perubahan, lebih siap menyambut masa depan, dan lebih siap untuk mengantarkan  siswanya menuju gerbang kesuksesan.

Percayalah, dibalik hujan ada pelangi. Percayalah, dibalik kesulitan ada kemudahan.**


[1] https://www.republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/18/12/03/pj60ej335-kemendikbud-hanya-40-persen-guru-siap-dengan-teknologi

#JabarBermaskerChallenge

#JabarBermaskerChallenge_artikel

#KeepCenghar

#JabarSemangatBDR

#JabarBahagiaBDR

#sahabattikomdik


Tinggalkan komentar