Capeknya Jadi Guru Jika Terlalu Banyak Mikirin Gaji


Pembicaraan tentang gaji, menjadi topik yang sering dibicarakan banyak orang. Baik bagi anda yang sudah memiliki gaji, maupun anda yang saat ini sedang menunggu waktu kapan bisa dapat gaji. Tidak terkecuali bagi anda yang saat ini menjadi seorang guru.

Sebagai manusia biasa yang punya rasa punya hati, sesekali membahas gaji, tentu sesuatu yang normal saja. Wajar. Tidak ada masalah yang ditimbulkan.

Namun, jika terlalu banyak dipikirkan dan dibahas, persoalannya jadi berbeda. Seringkali, itu menjadi sesuatu yang melelahkan. Membuat capek hati dan capek pikiran. Hingga akibatnya, banyak hal yang lebih penting untuk dipikirkan jadi terbengkalai.

Mengapa demikian? Sebelum menjawab pertanyaan ini, saya ingin membuka jawabannya dari pembahasan tentang makna gaji.

Sebetulnya, Gaji Itu Apa Sih?


Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan dua pemaknaan tentang apa yang dimaksud dengan gaji. Pertama, gaji adalah upah kerja yang dibayar dalam waktu yang tetap. Kedua, balas jasa yang diterima dalam bentuk uang berdasarkan waktu tertentu.

Ringkasnya, kita bisa makna bahwa gaji adalah bayaran atas balas jasa yang telah disepakati oleh pemberi gaji dan penerima gaji dalam waktu yang juga disepakati. Jadi, nominal gaji ada karena kesepakatan. Bukan karena pemaksaan atau kesewenang-wenang satu pihak atas pihak yang lain.

Maka jika ada orang mengeluarkan jasa kepada pemberi kerja namun imbalannya bukan atas hasil kesepakatan, itu bukan gaji namanya. Itu bisa jadi pemaksaan atau bahkan perbudakan.

Persis sebagaimana yang dilakukan oleh Belanda yang memaksa pribumi kerja rodi dan tanam paksa di masa penjajahan.


Darisini, anda yang memilih untuk bekerja, mestinya sudah tau berapa imbalan yang akan anda dapat. Sebaliknya, bagi pemberi kerja, anda semestinya sudah memberikan penjelasan yang jelas dan gamblang tentang berapa gaji orang yang anda pekerjakakan.

Dengan adanya dua proses tersebut, pada akhirnya akan didapat kesepakatan antar kedua belah pihak.

Mengapa Memikirkan Gaji Bikin Orang Capek?


Berdasarkan pengamatan, ada beberapa poin yang dapat menjadi jawaban atas pertanyaan diatas.

Pertama,memikirkan gaji dapat membuat capek ketika topik gaji diarahkan pada sesuatu yang diluar kesepakatan.


Maksudnya bagaimana?

Maksudnya, ketika yang dibahas adalah “Kapan turun bonus gaji? Kapan ada gaji tambahan? Duh, pengen deh aku gajinya segitu, kapan ya aku gajinya bisa sama dengan si dia? dan berbagai pembahasan yang semisalnya.

Ketika anda terlalu banyak membahas hal tersebut, itu akan membuat anda berharap. Memiliki harapan sesungguhnya sah-sah saja. Tapi, ketika yang diharapkan itu sesuatu yang diluar wilayah kekuasaan anda dalam proses meraihnya, ini bisa menimbulkan masalah.

Sebagaimana sudah disinggung sebelumnya, nominal gaji adalah hasil kesepakatan. Dan, yang berhak menentukan nominalnya adalah pemberi kerja. Maka sebesar dan sesering apapun anda mengutarakan harapan, tetap yang menentukan gaji adalah pemberi gaji.

Jika anda sebagai guru, maka itu bergantung pada instansi atau lembaga tempat anda bekerja.

Alih-alih anda terlalu banyak berhalusinasi soal nominal gaji anda selangit, lebih baik anda melakukan negosiasi dengan pemberi gaji jika memang mampu.

Alhamdulillah jika bisa. Jika tidak, maka itu dikembalikan lagi kepada pilihan anda. Mau bertahan dengan menambah ruang untuk bersabar dan bersyukur, atau mau memilih pekerjaan lain yang menjanjikan penghasilan sesuai harapan anda.

Satu hal yang penting digaris bawahi, mengharapkan sesuatu yang tak pasti itu sakit.

Kedua, manusia adalah makhluk yang tidak akan pernah puas dengan harta


Alasan ini bukan alasan yang didasarkan pada judge atau tuduh menuduh semata. Ada dasarnya kok.

Nabi Muhammad Saw. bersabda, “Seandainya manusia diberi lembah penuh dengan emas, maka ia masih menginginkan lembah yang kedua semisal itu. Jika diberi lembah kedua, ia pun masih menginginkan lembah ketiga. Perut manusia tidaklah akan penuh melainkan dengan tanah. Allah tentu menerima taubat bagi siapa saja yang bertaubat.” (HR. Bukhari)

Sekalipun manusia sudah diberi satu lembah yang isinya emas semua, maka ia pasti berhasrat punya dua lembah. Jika sudah punya dua, pengen punya tiga. Begitu seterusnya.
Makanya, anda jangan terlalu heran jika ada pejabat yang gajinya sudah sangat guede untuk ukuran anda sebagai guru, tapi masih aja korupsi. Karena ya memang begitu. Jika tak dikendalikan, hasrat manusia terhadap harta bisa menjadikannya makhluk buas.

Sayangnya, ketika muncul rasa ingin dihati, tidak otomatis keinginan itu bisa terpenuhi. Bisa jadi ada tembok yang harus dipanjat dengan tali untuk bisa mencapainya. Dan, kemampuan manusia untuk memanjat itu berbeda-beda.

Inilah yang kemudian jadi masalah. Ketika anda membahas persoalan gaji inginnya begini dan inginnya begitu, nyatanya kenginan anda tak selalu terwujud. Bahkan, ketika pada akhirnya terwujud, anda pasti memiliki keinginan yang baru.

Begitu seterusnya jika anda terus terjebak memikirkan harta. Sampai kelak anda mati.

Ketiga, Pemberi kerja yang memberikan gaji itu manusia biasa


Ini juga penting disadari. Orang-orang yang menentukan nominal gaji anda itu manusia. Masalahnya, manusia adalah tempatnya salah dan lupa.

Jika anda memahami ini, anda juga semestinya paham, bahwa apa yang mereka lakukan dan apa yang mereka ucapkan tidak selalu benar. Janji mereka punya potensi tidak ditepati. Harapan yang mereka berikan, berpotensi juga untuk dimentahkan.

Berdasarkan hal ini, anda sebaiknya tidak terlalu berharap terlalu besar kepada para pemberi gaji. Anda bisa capek hati dan capek pikiran jika seandainya harapan anda tak kunjung diraih.

Selain itu, manusia juga berbeda-beda caranya dalam mengambil kebijakan. Mereka punya basis pengalaman dan basis informasi yang berbeda ketika hendak memutuskan. Pikirannya jelas tak selalu sama dengan anda.

Lebih Baik Bekerja Saja dan Tingkatkan Kualitas

Berdasarkan tiga alasan di atas, maka ketimbang membahas nominal gaji yang tak kunjung sesuai harapan, ada baiknya anda fokus bekerja saja sesuai dengan kesepakatan jika anda masih memilih untuk melanjutkan pekerjaan anda sebagai guru.

Jika ingin menambah penghasilan, tak ada salahnya anda mencari cara lain yang lebih potensial. Tentu, tanpa menafikan pekerjaan utama anda sebagai guru. Toh, pada dasarnya rezeki itu sudah ada yang mengatur. Jika tak percaya, anda bisa lihat orang gila yang menggelandang badannya segar-segar.


Selain itu, anda bisa juga berupaya terus meningkatkan skill anda. Seiring bertambahnya skill, biasanya bertambah juga apa yang anda harapkan. Orang-orang yang menyadari anda memili skill tertentu, bisa jadi memberi anda pekerjaan tambahan atau pekerjaan sampingan.

Dengan demikian, anda tak perlu capek hati dan capek pikiran lagi. Mudah-mudahan.**(han)
                                                                                               

Tinggalkan komentar