10 Cara Menjadi Guru Yang Baik Versi Siswa

Matapendidikan.com,- Setiap guru, sudah selayaknya berusaha untuk menjadi guru yang baik dihadapan siswanya. Ini harus menjadi cita-cita seluruh guru pada umumnya.

Ketika seorang guru dianggap baik, maka siswanya akan menaruh kepercayaan terhadapnya. Siswa akan mudah menerima apa-apa yang datang dari anda selaku gurunya.

Sebaliknya, ketika sebagai guru anda dianggap buruk oleh siswa, anda otomatis tak memiliki kepercayaan dihadapannya. Apa yang anda sampaikan tidak mudah untuk siswa percayai, bahkan siswa akan menganggap anda hanya membual saja.

Memang betul, no body is perfect. Tidak ada yang sempurna. Tentu saja hal buruk selalu berpotensi menyertai prilaku anda. Namun, adalah suatu keharusan bagi anda untuk menjadi pribadi yang lebih baik dari waktu ke waktu.

Masalah yang terjadi, kadangkala kita sebagai guru merasa sudah menjadi guru yang baik. Namun, dalam pandangan siswa justru sebaliknya.

Untuk mengatasi masalah ini, Alex Strike, sorang penulis busyteacher.org ,telah menghimpun saran dari para siswa kepada guru. Saran-saran tersebut berupa poin-poin yang dalam sudut pandang siswa adalah sesuatu yang baik jika dimiliki oleh seorang guru.

Apa saja itu? mari kita ulas satu persatu dengan pembahasaan yang saya modifikasi sebagian agar lebih kontekstual.

Pertama, guru yang baik adalah guru yang asertif

Apa yang dimaksud dengan asertif? Kata ini mungkin asing bagi sebagian dari anda. Maka biarkan saya jelaskan sedikit.

Asertif di KBBI artinya adalah tegas. Namun, makna yang lebih dalam lagi, asertif adalah sikap pertengahan diantara agresif dan pasif. Tidak mudah menunjukan sikap ingin dominan, namun tidak juga lama bersembunyi dalam diam.

Anda tau momentum kapan anda sebaiknya melakukan sesuatu. Ketika siswa anda tidak mengerjakan tugas, anda tidak terlalu agresif dengan mendebat serta memarahi mereka. Namun, tidak juga berarti diam dan tidak memberikan treatment apapun.

Anda mungkin bisa memposisikan diri sebagai orangtua. Lebih bijak dan tak langsung menghakimi. Tak perlu buru-buru memarahinya ketika melakukan kesalahan, namun tanyakan dulu alasan dengan penuh kasih sayang sebelum memberi keputusan.

Kedua, guru yang menjadi teman bagi siswa, tapi tak melangkah terlalu jauh


Untuk mengambil hati siswa, ada sebagian guru yang memposisikan diri seolah teman sebayanya. Dalam batas tertentu, ini wajar saja.

Namun ternyata, berdasarkan saran yang dihimpun oleh busy teacher, jika guru terlalu jauh dalam memposisikan diri sebagai teman bagi siswa, itu akan dianggap sesuatu yang buruk bagi siswa.

Untuk memposisikan diri sebagai teman siswa, guru tak perlu terlalu jauh dengan menyamakan cara berbahasa. Misalnya berkomunikasi dengan menggunakan seluruh bahasa gaul yang bisa digunakan siswa, atau tertawa terbahak-bahak sambil bersama siswa hingga siswa melihat air ludah anda muncrat kemana-mana.

Alih-alih siswa menjadi percaya kepada anda, mereka malah berpotensi menganggap anda guru yang tak berwibawa dan professional. Pembicaraan anda dikelas sangat mungkin tidak lagi dianggap serius.

Ketiga, guru yang menjadikan pelajaran yang disampaikan ‘nyambung’ dengan kehidupan siswa


Hal yang juga penting dan menjadi saran bagi siswa untuk guru, adalah guru sebaiknya menyambung setiap pelajaran yang disampaikannya dengan kehidupan yang dekat dengan siswa.

Ini mungkin yang sering disebut contextual learning. Mengoneksikan pelajaran agar sesuai dengan konteks kehidupan orang yang sedang belajar.

Untuk dapat melakukan hal ini, guru tentu mesti menyelami kehidupan siswa yang diajarinya di kelas. Apa yang sedang hits di tengah-tengah mereka, apa yang sedang mereka riuh bicarakan ketika istirahat, dan sebagainya. Guru bisa memaknai kehidupan siswa dengan perspektif mata ajar yang ia berikan dikelas.

Keempat, guru yang memerhatikan dan menggunakan waktu dengan bijak


Anda juga perlu memperhatikan momentum yang pas dalam menyampaikan apa yang perlu anda sampaikan. Perhatikan waktunya sebelum anda berbicara sesuatu didepan siswa.

Misalnya, ketika di kelas, anda tak perlu menghabiskan waktu terlalu banyak dengan memperdengarkan siswa tentang kehidupan anda sebagai guru. Anda cerita masa muda anda yang hebat, cantik, dan sebagainya.

Atau lebih parah lagi anda curhat soal hutang anda, rumah tangga anda, dan masalah-masalah anda diluar kelas.

Siswa yang baik datang ke sekolah untuk mendengarkan pelajaran dari anda. Mereka akan menganggap waktunya habis sia-sia jika anda terlalu banyak bicara soal kehidupan pribadi anda yang bahkan bisa jadi tak relevan dan mengandung kebaikan sama sekali ketika dibicarakan.

Kelima, guru yang menjelaskan lebih lanjut


Siswa juga sebenarnya senang jika selain detail dan rinci dalam menjelaskan materi, guru juga menyampaikan materinya secara berulang. Tidak satu kali saja.

Menyampaikan materi satu kali, mungkin akan langsung dipahami dan melekat bagi siswa yang jenius atau memiliki kemampuan berpikir sama dengan gurunya.

Namun, kebanyakan siswa tak demikian. Lebih banyak dari mereka membutuhkan materi itu disampaikan secara berulang. Agar mereka lebih paham.

Sebagai guru, anda tentu memerlukan kesabaran berlebih untuk hal ini. Cukup berempati dengan daya tangkap siswa yang tidak sama dengan gurunya.

Keenam, guru yang mengajar dengan berbagai cara


Siswa juga senang dengan guru yang variatif dalam memilih cara mengajar yang digunakan. Apalagi, jika siswa yang dimaksud adalah siswa dengan usia yang masih kecil.

Anak-anak kecil cenderung mudah bosan dan tak bisa diam. Mereka akan lebih antusias jika anda mengusahakan berbagai cara melalui bantuan bahan ajar atau media yang membantu proses pengajaran yang anda berikan.

Ketujuh, guru yang bersikap tegas


Guru yang tegas bukan berate guru yang diktator atau killer. Tegas berarti konsisten dalam menegakkan aturan.

Banyak siswa yang sebenarnya tak suka dengan guru yang terlalu lunak dan lembut, menoleransi berbagai kesalahan, dan sebagainya.

Ketidak konsistenan ini bisa berakibat fatal jika akhirnya siswa menganggap anda main-main dalam aturan. Bisa muncul potensi anggapan pilih kasih, tidak adil, dan sebagainya.

Kedelapan, guru yang selalu memiliki tujuan


Alangkah baik juga jika anda sebagai guru senantiasa memulai pengajaran dengan menyampaikan apa tujuan yang ingin anda dan siswa capau dikelas selama pembelajaran?

Bagi siswa, hal ini akan membantu mereka untuk lebih berkonsentrasi selama pelajaran yang anda langsungkan di kelas. Hal ini mungkin sepele dan hanya memakan waktu beberapa menit, namun dampaknya bisa luas.

Untuk meneguhkan dan mengingatkan tujuan pelajaran, anda bisa menuliskannya di papan tulis misalnya.

Kesembilan, guru yang mejadi contoh yang baik bagi siswa


Busy teacher membagikan salah satu kisah seorang siswa yang bercerita bahwa mereka mengidolakan gurunya yang selalu membawa makanan organic dan enak lalu membagikan makananya kepada siswa yang tidak membawa bekal makan siang.

Guru tersebut disenangi siswa dan para siswa menjadi ingin terlihat seperti gurunya.

Kata yang familiar tentang hal ini adalah teladan. Ya, guru harus menjadi teladan. Jika ia menginginkan sesuatu pada siswanya, maka ia bisa memberi yang terdepan dalam memberi contoh.
Seringkali ribuan kata dan retorika tak lebih bermakna dari satu keteladanan.


Kesepuluh, guru yang percaya kepada siswanya


Pesan terakhir yang penting di sadari guru dari persepektif siswa, adalah bahwa siswa senang jika guru memercayai mereka.

Jika anda melihat siswa anda nampaknya tidak paham, nampak tidak mengerti, nampak bingung, jangan lantas meninggalkan mereka.

Percayalah bahwa mereka bisa. Anda jangan putus asa dengan memiliki persepsi bahwa siswa anda bodoh dan selamanya akan bodoh.

Justru yang harus anda lakukan adalah memberikan dukungan kepada mereka. Mendengarkan penjelasan mereka tentang apa yang belum mereka pahami, dan bantuan apa yang anda bisa lakukan.**

Tinggalkan komentar