7 Langkah Belajar Menulis Dari Nol Hingga Mahir

Menulis bukan hanya keterampilan yang hanya dapat menjadi hobi. Lebih dari itu, ia memiliki sekian banyak manfaat lain bagi mereka yang menguasainya.
Maka dari itu, sejak belasan tahun hingga kini, Saya serius menekuninya. Dengan mencoba belajar menulis dalam berbagai topik dan genre tulisan.
Meski sadar jika sampai hari ini Saya bukan penulis yang relatif dikenal banyak orang, namun yang saya pastikan bahwa banyak hal positif yang saya dapat berkat keterampilan yang satu ini. Oleh karena itu, saya merasa perlu mencoba sedikit membantu  anda untuk turut serius belajar menulis juga dengan artikel sederhana ini.
Bagaimana cara belajar menulis? Mulai dari mana? Apakah jika sebelumnya tidak punya pengalaman apa-apa atau bahkan sekolah anda hanya sampai level SMA sederajat, apakah bisa jadi penulis?
Pertanyaan-pertanyaan inilah yang akan saya coba dalam tulisan berjudul 7 langkah belajar menulis ini.

1. Hobi Membaca

Mengapa seseorang bisa tertarik menjadi seorang yang mahir menulis? Berdasarkan pengalaman dan pengamatan, itu dilatari kegemarannya dalam membaca.
Saya pribadi mulai tertarik jadi seorang penulis yakni ketika SMP. Semu berawal ketika saya membaca buku-buku karangan Raditya Dika sekitar tahun 2007-2008. Bukunya yang berjudul Kambing Jantan, Cinta Brontosaurus, hingga Babi Ngesot, bagi saya sangat menarik.  Sejak itu saya punya cita-cita menjadi penulis seperti Raditya Dika.
Maka tak jauh dari waktu itu, saya dan beberapa teman merintis berdirinya Majalah Dinding sekolah. Sejak itu mulailah belajar dan melatih diri untuk menulis dengan mempublikasikannya disana.
Namun, saya merasa perlu menggaris bawahi kata hobi. Membaca yang dilatari hobi disini adalah kegiatan membaca yang dilakukan tanpa paksaan. Artinya berdasarkan kesadaran, dilakukan tanpa paksaan, dan merasakan itu sebagai sebuah kesenangan.
Bukan membaca karena tekanan dan paksaan dari orang-orang diluar anda. Baik dari orangtua, guru, dan sebagainya. Hal yang semacam ini sulit untuk menumbuhkan minat untuk menulis. Apalagi mengeluarkan daya yang lebih untuk belajar.
Nah, sekarang tinggal anda tanya pada diri masing-masing, apakah membaca sudah dijadikan hobi?
Memang betul, tak semua orang yang hobi membaca akan otomatis jadi penulis. Namun saya berani pastikan, jika semua penulis itu pasti hobi membaca. Silakan saja dicek sendiri.

2. Mulai Menulis

Ketika anda sudah tertarik jadi penulis, maka langkah selanjutnya apa? Ya langsung saja mulai praktek. Tak perlu menunggu mahir dan menumpuk banyak teori.
Umumnya, orang yang sudah senang membaca akan menjadikan bahan-bahan bacaannya itu sebagai model pertama dalam menulis.
Maka meskipun anda tak menyengaja menumpuk berbagai teori dengan ikut di kelas-kelas kursus untuk menambah pengetahuan tentang keahlian yang satu ini, anda pasti bisa menulis berdasarkan pengetahuan-pengetahuan dari hasil bacaan anda.
Dari apa yang anda baca, secara tidak sadar anda sesungguhnya sedang merekam ribuan kata, bentuk-bentuk kalimat, hingga terbiasa dengan paragraf dengan kesatuan isi dan keterangkaian kalimat-kalimatnya. Selain tentu pengetahuan yang didapat.
Mengenai konsep ini, saya punya pengalaman ketika berguru secara privat dengan mentor seorang wartawan Pikiran Rakyat untuk menulis konten berita. Ia hanya mengajarkan saya prinsip-prinsip penulisan berita dengan waktu tak kurang dari 30 menit.
Selebihnya, setiap pekan saya diwajibkan mengirim tulisan kepadanya dan berlangganan minimal tiga koran dari penerbit yang berbeda setiap harinya. Ia mengingatkan, agar koran yang dimaksud bukan koran yang ecek-ecek, melainkan yang memiliki standar penulisan tinggi. Seingat saya, dulu sarannya Kompas, Republika, dan Pikiran Rakyat.

Sebelum datang waktu pertemuan mingguan, tulisan mesti dikirimkan terlebih dahulu kepada mentor saya. Ketika bertemu, waktunya habis untuk membahas, membedah, dan menguliti berbagai kesahalan yang ada dalam tulisan yang saya buat.
Begitu seterusnya. Tak ada yang namanya teori berbulan-bulan terlebih dahulu dikumpulkan, lalu mulai praktik. Tidak demikian. Cukup paham prinsip-prinsip dasar dari genre tulisannya. Selebihnya, langsung saja menulis, menulis, dan menulis.
Begitu juga yang dilakukan dosen mata kuliah penulisan opini yang saya mengajar di kampus UPI Bandung. Materi hanya disampai disekitar 2-3 pertemuan awal saja. Selebihnya mahasiswa diminta menulis saja terus. Jika ada yang diterima di koran, maka otomatis nilainya A dan tidak perlu lagi datang ke kelasnya.  Alhamdulillah dulu saya termasuk yang dapat.
Perlu digarisbawahi,kegiatan yang kita bahas saat ini adalah terkategori keterampilan. Yang namanya keterampilan, kuncinya ada pada latihan dan pengulangan. Semakin sering berlatih dan mengulang, maka akan semakin mahir.
Persis seperti ketika anda belajar mengemuni motor atau mobil. Saat pertama kali belajar, pasti anda akan merasa tegang, canggung, dan mendapati berbagai bentuk kesulitan lainnya. Namun, ketika sudah melakukannya dalam jangka waktu yang panjang, anda tidak lama mengalami kendala. Dengan kata lain, sudah ahli.

3. Motivasi yang tinggi

Nyatanya, mulai menulis itu memang sulit. Namun, ada yang lebih sulit. Yakni konsisten.
Seringkali, motivasi yang muncul hanya bersifat musiman. Datang selama satu minggu, lalu menghilang pada tiga minggu setelahnya. Bahasa lainnya, ini namanya moody.

Tentu saja, jika ini terjadi, maka proses anda menjadi penulis yang mahir akan terhambat dan terlambat. Anda akan berpotensi tertinggal dengan orang-orang yang lebih intensif melakukan latihan dan pengulangan.
Nah pertanyaannya, mengapa bisa moody? Menurut pengalaman saya pribadi, salah satu faktor utamanya adalah karena motivasi yang kurang tinggi dan kurang tepat. 
Misalnya, anda menulis hanya karena ingin mengisi waktu luang ketika anda menganggur sambil berharap keberuntungan bisa dapat uang dari menulis. Motivasi ini akan membuat anda semangat menulis selama anda menganggur. Namun, ketika anda mendapat kerja, kemungkinan besar akan hilang.
Salah juga jika seandainya motivasinya hanya karena dorongan orang lain belaka. Saya yakin, semua dari anda ketika sekolah adalah orang yang rajin menulis bukan? Minimalnya, membuat catatan di buku pelajaran yang setiap hari di bawa ke sekolah. Benar kan?
Hanya sayang, itu dilakukan kerap kali motifnya hanya karena diminta oleh ibu atau bapak guru. Walhasil, ketika sekarang ibu dan bapak guru itu tidak lagi meminta anda untuk menulis, andapun jarang atau bahkan tidak pernah menulis lagi.
Maka dari itu, sebaiknya, motivasi yang dibangun jangan jangka pendek. Namun, berbuatlah untuk sesuatu yang bersifat jangka panjang. Dengan demikian, mesin semangat itu akan lebih panjang untuk bekerja.
Ada sebagian orang misalnya, yang memosisikan kegiatannya menulis sebagai wahana untuk beramal soleh. Menebar manfaat dari kontennya, sebagai tabungan pahala yang terus mengalir hingga sampai selepas ia meninggal.
Saya menulis pembahasan motivasi secara lebih mendalam dalam artikel ini. Silakan klik link ini jika anda memerlukannnya.

4. Mengikat Ide yang Didapat

Salah seorang penulis senior yang saya kenal pernah berpesan, bahwa salah satu yang paling mahal bagi penulis adalah ide. Ia membahasakannya dengan  kata ilham.

ide yang dimaksud ini bisa berarti topik yang anda pikir menarik, bisa juga anda mendapatkannya mendapatkan ide dalam bentuk kerangka dan premis-premis penulisan yang lebih jelas dan mudah untuk dieksekusi. Nah, ini lebih mahal lagi tentu.
Oleh karena itu, ketika ide-ide itu datang, maka jangan biarkan ia lepas begitu saja. Ikatlah ia dalam tulisan-tulisan singkat.
Secara tradisional, ini bisa dituliskan dibuka catatan (notes). Namun secara modern, anda sekarang dimudahkan dengan hadirnya banyak aplikasi yang bisa di pasang di gadget yang anda miliki.
Dulu, saya pribadi mengikatnya di status-status singkat facebook. Ketika ide muncul, saya menulisnya dalam satu sampai tiga kalimat di status facebook. Seringkali, saya menemukan ide saat berada di kereta api. Ketika waktu senggang, barulah saya mengembangkannya menjadi sebuah tulisan utuh yang layak dikirim ke media massa.
Mengapa mengikat ini penting? Karena pada faktanya, ide itu seperti momentum. Datangnya sekejap dan ketika hilang seringnya sulit kembali. Untuk itu, jangan biarkan ia sekedar lewat berlalu dalam pikiran anda tanpa anda ikat.
Seringkali ia datang tanpa diduga dan disadari. Tak mengenal waktu dan tempat. Ketika melamun di tempat kerja, ketika rebahan, ketika di WC, dan lainnya. Namun, pasti ada waktu beberapa menit setelahnya untuk mengingat. Maka segeralah ikat selagi masing ingat.

5. Menemukan ide

Seringkali, tidak memulai untuk menulis itu bukan karena tidak mau. Namun, lebih karena ketiadaan ide di kepala. Padahal, dari idelah aktivitas menulis itu dapat dimulai.
Menunggu datangnya ide dalam artian sebagaimana pada poin sebelumnya memang tak salah. Bagus dan boleh-boleh saja. Hanya saja, anda tak punya kontrol untuk mendatangkan secara tiba-tiba dalam waktu yang sering. Sehingga, agar kegiatan menulis anda konsisten, maka anda perlu bergerak aktif menemukannya sendiri.
Bagaimana caranya?
Ada banyak caranya. Cara yang menurut saya paling sederhana, adalah mulai menulis dengan menulis berbagai peristiwa yang dialami sendiri. Dengan kata lain, menulis pengalaman.
Apakah anda pernah ditugaskan menulis pengalaman seperti pengalaman selama liburan ketika duduk dibangku sekolah? Itu tugas yang mudah bukan?
Nah, diluar kegiatan liburan di rumah nenek atau kakek yang pernah anda tulis sebelumnya, saya yakin ada banyak pengalaman yang lebih menarik untuk anda tuliskan.
Cobalah secara aktif anda menyengaja untuk mengingat-ingat ruang, tempat, detail kejadian, dan berbagai hal yang anda alami dalam kehidupan sehari-hari. Anda juga bisa melakukannya dengan membuat pengalaman-pengalaman yang anda ciptakan sendiri.
Contoh saja para travel blogger mencari ide tulisan dengan berkunjung ke tempat-tempat baru. Tempat baru itu lantasnya dijadikannya ide sekaligus bahan penulisan. 
Selain mencari dengan mengingat, mencoba, atau menambah pengalaman-pengalaman baru, anda juga bisa secara aktif membaca berbagai hal yang menarik, yang sedang hangat dan berkembang di masyarakat, dan sebagainya. Itu semua akan memberikan stimulus bagi didapatkannya ide.

6. Berani Melakukan Publikasi

Mungkin ada diantara anda yang sudah rajin menulis. Hanya saja, tulisan yang anda buat hanya anda biarkan terarsip di perangkat anda. Mengisi folder-folder dan menambah-nambah memori.
Hal tersebut tidak salah. Namun, yang demikian dijamin tak akan membuat anda mahir sebagai seorang penulis. Mengapa demikian?
Hal ini karena mahir dan tidaknya seseorang dalam suatu bidang tidak bisa ditentukan oleh diri sendiri. Kategori atau lebel semacam itu mesti dari orang lain.
Jika anda sudah menulis ratusan tulisan, namun anda buat itu hanya untuk disimpan dan dibaca sendiri, lalu siapa yang akan menilai bahwa tulisan-tulisan itu sudah terkategori bagus?
Untuk itu, beranilah untuk melakukan publikasi atas tulisan anda. Cobalah tulis untuk dikonsumsi di ruang publik. Jangan biarkan mengendap tanpa memberikan manfaat.
Anda bisa memulainya secara gradual atau bertahap. Misalnya, mulailah menulis di sosial media yang anda miliki misalnya facebook. Tentu saja, pengaturannya dibuat agar bisa dibaca, dikomentari, dan dibagikan secara publik.
Ketika anda melakukan publikasi lalu banyak yang like, berkomentar positif, lalu membagikannya, tentu itu akan menambah kepercayaan diri anda bukan? Anda akan merasa tulisan anda bermanfaat sehingga perlu untuk melanjutkan apa yang sudah anda lakukan.
Namun, jika seandainya tidak ada tanggapan dari publik atau bahkan dikomentari miring, jangan juga anda menjadi lemah. Hal itu bagus. Pertama, bagus versi anda tidak sama dengan bagus versi publik atau sebenernya. Sehingga anda tidak merasa sudah hebat dan akhirnya mau mencoba lagi. Kedua, itu bisa jadi lecutan untuk membuat yang lebih baik lagi.
Hanya saja, teman-teman anda di media sosial itu umumnya orang-orang yang sama awamnya dengan dunia kepenulisan. Sehingga, ungkapan pujian dan standar bagusnya mungkin baru selevel orang awam.
Untuk itu, untuk mengasah dan memompa diri anda semakin baik, cobalah kirim tulisan anda di media-media yang memiliki standar kepenulisan tingggi. Jangan-jangan, jika itu dilakukan, tulisan anda tak sebaik yang anda bayangkan.
Saya pribadi dulu seperti itu. Ketika menulis di media sosial, banyak yang memuji hingga merasa tulisannya sudah bagus. Namun, ketika mencoba menulis ke koran-koran besar, nyatanya harus menjumpai penolakan puluhan kali hingga akhirnya tersadar tulisannya masih jelek. Walau akhirnya setelah ditolak terus, bisa diterima juga.
Beberapa bulan belakangan ini juga saya mencoba belajar menulis SEO. Saya buat blog ini lalu share ke teman-teman saya. Mereka bilang bagus dan melakukan pujian-pujian.
Namun, hal yang saya dapatkan berbeda ketika saya mencoba melamar pekerjaan menjadi penulis artikel freenlance di Saung Writer. Lolos di perusahaan agensi penulisan artikel yang memiliki standar kualitas tulisan SEO yang bagus itu nyatanya tidak mudah.
Dalam seleksi tahap penulisan di Saung Writer , saya sempat gagal sekali dan mendapat koreksi tentang hal-hal yang baru saya ketahui ternyata tidak sesuai standar SEO.
Pada intinya, adalah kesalahan jika kita menganggap diri kita mahir sebelum dinilai oleh orang atau pihak yang punya kapasitas untuk menilainya. Untuk itu, publikasikanlah tulisan anda.

7. Memiliki Mentor atau Setidaknya Role Model

Idealnya, dalam mengasah dan meningkatkan berbagai keterampilan apapun, anda memiliki mentor. Mentor adalah orang yang membimbing anda dalam suatu bidang untuk meningkatkan kemampuan serta keahlian anda. Termasuk, dalam menulis.
Anda butuh orang yang secara sukarela atau berbayar untuk dijadikan cermin untuk memberikan penilaian bagi tulisan anda.
Jika anda tidak mendapatkan yang sukarela dan tidak memiliki modal untuk membayar seorang mentor yang mengampu kelas-kelas menulis, sebetulnya tidak apa.
Ini menurut saya sifatnya tidak wajib, opsional saja. Namun, akan lebih bagus dan dapat mempercepat tingkat kemahiran anda jika anda memilikinya.
Kalaupun anda tidak memili mentor, maka seminimalnya anda memiliki role model. Yakni sosok-sosok yang gaya tulisannya dapat dijadikan contoh dan cermin bagi apa yang anda tulis. Tentu saja role model ini mesti yang anda anggap tulisannya bagus dan standarnya tinggi. Hingga pada gilirannya anda bisa mencapai level sama atau bahkan lebih tinggi dari tulisan dari sosok tersebut.
Role model berbeda dengan mentor. Jika mentor melakukan interaksi langsung dengan anda, maka role model tidak mesti. Anda hanya mengamati dan mempelajari karya-karyanya dari berbagai aspek, terutama mengenai gaya penulisan, tanpa harus bertemu.
Sebagai seorang penulis yang masih belajar, tak sama sekali masalah untuk mencoba meniru gaya penulisan orang lain. Tentu saja, yang ditiru gayanya. Bukan kontennya. Kalau konten, itu namanya plagiat. Toh sebenarnya, seiring waktu, lama kelamaan anda akan memiliki gaya tersendiri.

Kesimpulan

Saya perlu menggaris bawahi, apa yang saya tuliskan adalah sesuatu yang berdasarkan pengalaman pribadi. Setiap orang tentu saja memiliki prosesnya tersendiri dalam menekuni proses menjadi seroang penulis.
Terlepas dari itu semua, saya tetap berharap, agar artikel mengenai langkah belajar menulis dari nol hingga mahir ini bermanfaat.

Tinggalkan komentar