Setiap orangtua, pasti menginginkan keturunannya menjadi baik. Dalam bahasa agama, namanya adalah soleh. Namun, untuk mencapai hal demikian bukanlah sesuatu yang mudah. Faktanya, banyak orangtua yang gagal untuk mengusahakannya. Itulah mengapa kita bisa katakana bahwa membentuk anak soleh itu bukan perkara yang main-main.
Perlu keseriusan untuk mendapatkan apa yang diharapkan ini. Hal ini karena ganjaran yang didapat oleh manusia manakala memiliki generasi penerus yang baik itu luar biasa besarnya. Doa mereka setelah anda atau saya wafat, dapat mengalir terus menjadi salah satu di antara amal jariyah.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, saleh diartikan sebagai taat dan sungguh-sungguh menjalankan ibadah. Manusia yang saleh tentunya memiliki kesalehan, yakni kepatuhan dan kesungguhan menunaikan ajaran agamanya.
Tentu saja, dilihat dari maknanya, hal tersebut menjadi lebih sukar jika kita menyaksikan bagaimana kehidupan manusia hari ini. Dimana prilaku yang rusak dan jauh dari agama bertebaran dimana-mana. Menjaga anak-anak kita agar terhindar dari pengaruh buruk lingkungan jelas tak semudah membalikan telapak tangan.
Orangtua Sebagai Faktor Pembentuk Anak Soleh
Faktor yang dapat mepengaruhi kesalehan anak tentu sangatlah banyak jumlah. Namun, satu dari sekian banyak hal yang menjadi faktornya adalah orangtua.
Ibu dan ayah dari seorang anak adalah sosok yang mendampingi anak sejak dalam kandungan. Jika dibandingkan dengan siapapun, interaksi yang diberikannya lebih dari manusia manapun. Makanya tak heran jika ada pepatah yang mengatakan ‘buah itu pasti jatuh dari pohonnya’.
Orangtua ibarat pohon. Jika ia adalah pohon mangga, maka anak-anaknya akan menjadi mangga. Begitu juga jika pohon mangga yang dimaksud itu busuk. Maka yang jatuh darinya sangat mungkin juga busuk-busuk. Meski disatu sisi betul, bahwa yang namanya hidayah itu di tangan Sang Maha Kuasa, tapi tak boleh dinafikan bahwa ada upaya-upaya yang dapat dilakukan.
Pengaruh Orangtua Bagi Kesalehan Anak
Ada sebuah ayat penting yang mesti digaris bawahi, “Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak-cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang mereka kerjakan,” (TQS At-Thur:21)
Apa yang dilakukan oleh ibu dan ayah, baik dalam keseharian aktivitasnya secara umum, maupun ketika berinteraksi dengan buah hatinya, keduanya memiliki pengaruh yang penting bagi kualitas kesalehan keturunannya. Bahkan apa yang dilakukan sebelum sah dalam tautan akad pernikahan juga memiliki pengaruh. Berikut kami sajikan uraiannya.
Memilih Pasangan Ternyata Mempengaruhi Keturunan
Makanya, sejak memilih pasangan, baik anda laki-laki maupun perempuan dewasa, dianjurkan untuk memilih suami atau istri yang baik. Orang yang serius untuk dapat mencetak anak yang soleh mesti mengupayakannya bahkan sejak ia masih dalam status single. Luar biasa bukan?
Logisnya, jika anda sebagai suami, jika istri anda solehah, maka kelak ia punya kemauan dan kemampuan untuk mengajari anak-anak anda membaca al-Quran, menghafalkannya, mengamalkannya, bahkan mendakwahkannya.
Begitu juga sebaliknya, ketika anda memiliki suami yang soleh, anda bisa bayangkan bahwa ia pasti akan mengusahakan nafkah yang halal. Memastikan agar siapa saja yang jadi tanggungannya terjaga dari rezeki yang haram dan membawa pengaruh buruk bagi kehidupan pemakannya.
Disini menjadi sungguh jelas betapa kuatnya pengaruh memilih pasangan ini. Maka dari itu, meski di satu sisi kita wajib untuk yakin jodoh di tangan Allah, namun dalam kerangka ikhtiar harus tetap mencari juga pasangan yang terbaik.
Peran Keteladanan Dalam Kepribadian
Jika anak biasa melihat ayah dan bundanya berzikir, bertahlil, bertahmid, bertakbir dan mengucapkan puji puji bagi Rabb-nya, maka ia juga akan beruapaya meniru apa yang disaksikannya dari orang yang melahirkan dan membesarkannya.
Begitu juga tatkala melihat ayahnya rajin solat berjamaah di Mesjd, bundanya bepergian dengan menutup aurat secara sempurna, anak juga secara alamiah akan terdorong untuk menirunya. Menurut berbagai penelitian yang sudah teruji, anak kecil memang peniru yang ulung. Sangat mudah sekali menirukan berbagai hal yang disaksikan.
Mudah sekali untuk membayangkan, bagaimana jadinya jika orangtua tidak soleh, maka yang dipertontonkan pada anak adalah laku lampah yang tercela. Sehingga yang ditiru justru beragam hal yang buruk. Ini jelas berbahaya.
Maka duhai ayah, duhai bunda, agar dapat menjadi teladan, tentu harus juga kalian berusaha menjadi soleh dan solehah. Kebiasaan baikmu akan menjadi cermin keteladanan bagi anak-anakmu.
Menyuruh dan Melarang Namun Tak Mencontohkan Akan Memicu Ketidakpercayaan
Sebagian orang tua, ada yang merasa cukup mengarahkan anak dengan cara menyampaikan larangan ini dan itu, termasuk menyuruh berbagai hal. Lalu, ketika anaknya berbuat kesalahan, lantas ia merasa berlepas tanggung jawab.
Merasa cukup dengan menyuruh anak ngaji setiap habis maghrib, namun pada saat yang bersamaan ia tidak pernah mengaji. Menyuruh anak hormat dan takzim pada orangtuanya, tetapi ia sendiri menelantarkan ibu dan bapaknya yang sudah renta. Alih-alih menjadikan anak soleh, prilaku demikian ini malah kontraproduktif.
Yang terjadi bahkan, anak anda malahan jadi tidak percaya dan menganggap remeh perintah anda. Dianggap hanya membual dan omong kosong belaka. Bahkan, jadi tidak percaya dengan apapun yang keluar dari mulut kalian sebagai ayah dan bundanya.
Sebenarnya, pengaruh dari hal ini juga bukan hanya pada kepribadian anak, namun juga pada nasib di akhirat. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari, Rasulullah bersabda, “Pada Hari Kiamat didatangkanlah seseorang, lalu dilemparkan ke dalam neraka, ususnya berhamburan keluar, lalu berpputar-putar laksana keledai mengitari istalnya. Penduduk nerakapun mengerumuninya seraya bertanya, ‘Hai Fulan, engkau mengapa?’ Bukankah engkau dulu pernah memerintahkan kamu untuk berbuat kebajikan dan mencegah kemungkaran?’ Orang itu menjawab,’Aku dulu memerintahkan kalian berbuat kebaikan tapi aku tidak melakukannya, dan aku melarang kalian dari kemunkaran tapi aku melakukannya’.”
Orangtua yang soleh tentulah tidak demikian. Karena ia akan berusaha senantiasa taat kepada pencipta-Nya. Baik dalam perkataan maupun dalam perbuatan. Keduanya sama saja dianggap sesuatu yang penting.
Rezeki Menghambat Doa Untuk Kesalehan
Sebagai orangtua, upaya yang dapat dilakukan bukan hanya dengan memberi anak makan seperti memberi makan hewan peliharaan. Tapi, apa yang diberikan kepada anak harus sangat diperhatikan keterjaminannya dari perkara yang haram. Kehalalan dan keharaman harta menjadi salah satu faktor yang menghambat doa-doa yang dipanjatkan.
Jika setiap malam, setiap selesai solat, kita sudah banyak berdoa kepada sang Maha Kuasa, namun nyatanya buah hati tercinta masih saja berprilaku buruk, bisa jadi sebabnya adalah doanya terhalang oleh rezeki yang haram.
Rasulullah Saw bersabda dalam salah satu hadist, “Seseorang menempuh perjalanan amat jauh, rambutnya compang-camping dan penuh debu, mengadahkan kedua tangannya ke langit, ‘Ya Rabb, Ya Rabb! Padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan diberi makan dengan makanan yang haram. Bagaimana mungkin doanya dikabulkan?”
Jika orangtuanya soleh, pastilah akan sekuat tenaga memberi rezeki yang halal bagi anaknya. Jika orangtuanya ahli maksiat, sebaliknya ia memiliki kemungkinan besar untuk menghalalkan segala cara dalam mencari nafkah.**
Sumber: Fikih Pendidikan Anak, Musthafa Al-Adawy