Ini Bukti Pendidikan Islam Anti Rasisme

Belakangan ini, jika anda mengamati berita internasional, salah satu isu yang ramai adalah isu rasismeyang terjadi di Amerika Serikat. Seorang polisi berkulit putih bernama Derek Chauvin, menekan lututnya ke leher George Flyod yang pada saat bersamaan tangannya diborgol, hingga kemudian ia tewas.
Peristiwa itu memicu munculnya gelombang demonstrasi anti rasisme besar di berbagai wilayah di Amerika Serikat. Hingga negara yang konon adidaya itu kerepotan mengurus urusan dalam negerinya setelah sebelumnya pandemi covid-19 menimbulkan masalah yang juga besar.
Apa yang terjadi di Amerika Serikat, menunjukan bahwa sisa-sisa sejarah berdirinya Amerika Serikat yang tak bisa dilepaskan dari budaya rasis itu masih mengakar. Padahal, hingga hari ini dunia mengenal negara yang dijuluki negeri paman sam itu adalah negara yang paling maju.
Dalam tulisannya di BBC, Barrett Holmes Pitner mengulas bahwa rasisme di Amerika Serikat masih sangatlah kental. Jika ditelusuri, akar rasisme di negeri tersebut tak bisa dilepaskan dari dimulainya berbagai undang-undang di berbagai negara bagian yang mengodifikasi berbagai praktek perbudakan yang tidak manusiawi menjadi suatu hukum.
Misalnya saja, orang-orang Amerika Selatan dianggap masyarakat budak yang dapat ditindas. Orang-orang kulit hitam juga dianggap masyarakat kelas bawah yang hak-haknya layak untuk dirampas.
Sebagai negara yang menggembar-gemborkan praktek Demokrasi dan Hak Asasi Manusia, tentu peristiwa ini adalah peristiwa yang sangat memalukan. Bagaimana mungkin negara yang paling vokal dengan HAM punya masalah besar dengan rasisme?

Apa Itu Rasisme?


Ras, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya adalah golongan bangsa berdasarkan ciri-ciri fisik. Sementara rasisme, sebagaimana termuat di Wikipedia, adalah suatu sistem kepercayaan atau doktrin yang menyatakan bahwa perbedaan biologis yang melekat pada ras manusia menentukan pencapaian budaya atau individu; bahwa suatu ras tertentu lebih superior dan memiliki hak untuk mengatur ras yang lainnya.

Berdasarkan pengertian diatas, perwujudan rasisme di ditunjukan dengan permusuhan suatu ras terhadap ras lainnya. Dengan anggapan rasnya lebih superior, ras yang superior tersebut merasa berhak untuk berbuat semena-mena terhadap ras yang dianggapnya lebih rendah.
Rasisme tentulah sebuah keyakinan kuno yang sangat tidak rasional dan jauh dari nilai kemanusiaan. Bagaimana mungkin mulia dan hinanya manusia ditakar dengan ciri-ciri fisik? Padahal, pada waktu yang bersamaan, manusia tidak pernah memilih dilahirkan dengan cirri-ciri fisik tertentu.

Pendidikan Islam Anti Rasisme


Pendidikan dalam Islam tidak mengenal istilah rasisme. Membenci dan merendahkan manusia dengan dasar ciri-ciri fisiknya tidak ditemukan dalam akar sejarah Islam sejak awal kemunculnya.

Anda pasti pernah mendengar kisah Bilal bin Rabah? Salah seorang sahabat yang sebelum masuk Islam adalah budak yang dimiliki oleh tokoh dari kalangan kafir Quraisy. Ia adalah budak yang dibawa dan diperjualbelikan dari tanah afrika. Kulitnya hitam legam. Ciri-ciri fisik khas afrika menyemat padanya.
Di masa itu, sebelum datangnya Islam, orang-orang berkulit hitam seperti Bilal memang dikenal sebagai ras yang layak untuk diperbudak. Diperjualbelikan di pasar-pasar layaknya ayam atau domba.
Namun, ada satu titik dimana Bilal yang semula budak hina dina itu menjadi mulia. Yakni ketika Bilal masuk Islam. Pria berkulit hitam itu mengucapkan dua kalimat syahadat.
Selepas masuk, Islam, saudara semuslimnya yang bernama Abu Bakar menjadikan Bilal sebagai orang merdeka yang derajatnya sama mulianya. Abu Bakar membayar sejumlah uang kepada majikan Bilal yang bernama Umayah bin Khalaf lalu kemudian mengumumkan ke tengah masyarakat bahwa Bilal adalah orang merdeka.
Bahkan, setelah masuk Islam, Bilal yang berkulit hitam itu menjadi salah satu sahabat yang dimuliakan. Ia ditunjuk Nabi Saw untuk melakukan panggilan adzan. Mengumandakan panggilan solat bagi setiap muslim yang dulu warna kulitnya dianggap lebih tinggi derajatnya.
Abraham Lincoln, tokoh Amerika baru menyerukan pembebasan budak pada abad 19. Sementara Islam, melalui Rasulnya Nabi Muhammad Saw. Telah menyerukannya sejak abad ke-7.
Bahkan, akar yang ditanamkan pada 13 abad yang lalu itu masih membumi hingga ini. Islam bahkan sempat menyatukan berbagai macam ras di dunia dalam satu institusi Kekhilafahan selama berabad-abad lamanya.
Seorang Sejarawan Barat, Gusteve Le Bon, dalam bukunya yang berjudul The Arabic Civilizatioan, sebagaimana dikutip dari Buku Sumbangan Peradaban Islam Bagi Dunia yang ditulis Prof Raghib As-Sirjani, berkata bahwa, “Sesungguhnya bangsa Arab telah mempraktikkan ruh persamaan secara mutlak sesuai dengan norma-norma mereka. Dan bahwa persamaan yang didengungkan di Eropa, hanya dalam ucapan, namun tidak dalam praktik. Kaum muslim tidaklah mengenal strata-strata sosial yang keberadaannya menyebabkan terjadinya revolusi paling mengerikan di Barat, dan sampai sekarang masih ada.”
Tidak heran jika pada masa Kekuasaan Islam (Kekhalifahan), tak sedikit dari orang-orang Eropa yang belajar di wilayah kekuasaan Islam. Mereka diterima dengan baik, diperlakukan dengan sama. Hal ini karena pendidikan dalam Islam membangun karakter tidak membeda-bedakan manusia berdasarkan ciri-ciri fisik.
Buktinya, ilmu yang di dapat orang Eropa saat belajar di dunia Islam sangatlah banyak. Banyak Sejarawan yang mengakui hal ini. Diantaranya adalah Guliver Costuray, sebagaimana dikutip dari buku yang sama. Ia menyatakan bahwa, “Eropa berhutang kepada kondisi yang memberikan manfaat pada masa-masa pemikiran Arab (Islam). Telah berlalu empat abad tanpa peradaban selain peradaban arab  (Islam) yang mana para ilmuwan mereka merupakan para pengibar bendera peradabannya dengan sangat kuat.
Kalau anda telusuri, para ahli ilmu yang lahir dari rahim Islam datang dari berbagai macam ras, suku, etnis, juga bangsa.  Bukan hanya dari kalangan bangsa arab saja sebagai tempat tumbuhnya Islam.
Anda akan menemukan misalnya, ilmuwan-ilmuwan dari Spanyol (Eropa) seperti Ibnu Hazm al-Andalusiy atau Ibnu Rusyd yang dikenal menguasainya banyak disiplin ilmu.  Ibnu Firnas yang dikenal sebagai orang yang pertama kali melakukan percobaan pesawat terbang juga dari Spanyol. 
Ada juga al-Jazar yang di dunia barat dikenal sebagai Algazir yang merupakan orang asli afrika. Karyanya di bidang medis pada abad 10 M, diakui hingga hari ini.
Dalam sejarah tegaknya pendidikan Islam, hampir tak dapat ditemukan kisah yang menunjukan adanya prilaku diskriminatif dengan motif perbedaan ciri-ciri fisik. Akar rasisme tidak ditemukan dalam sejarah pendidikan Islam.
Maka, menjadi sulit diterima akal, jika ada yang menganggap Islam agama yang diskriminatif.(han)**

Silahkan share artikel ini jika bermanfaat dengan cara memilih tombol media sosial di bawah ini
↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓↓

Tinggalkan komentar